Well, postingan kali ini menyangkut tentang broken heart. Yep, postingan kali ini ada sedikit sangkut pautnya dengan cerpen "Dear Mantan Gebetan". sebenarnya juga sih, cerpen tersebut based on my own experience meski nggak sengenes itu. Atau setidaknya gebetanku memilih untuk single sembari fokus melanjutkan pendidikan ( ini real ya, bukan alasan klise buat nolak cewek), aku tidak menulis surat tentang perasaanku (aku menolak keras menjadi gadis di manga shoujo yang memilih menyelipkan surat cinta di kotak sepatu atau menyerahkannya saat hanya berdua), yah intinya tidak sengenes itulah.
Oke kita sudahi sesi curhat sepihak.
aku yakin hampir semua orang mengalami patah hati, entah karena romansa, cita-cita atau yang lainnya. Apakah hal tersebut wajar?. Beberapa orang mengatakan "Untuk apa merasa patah hati?. masih ada banyak hal dalam hidup yang perlu dijalani". Itu benar, sangat malah. Hanya saja, sebagai remaja yang pernah mengalami patah hati, aku hanya bisa mengatakan hal tersebut normal. Bagiku, patah hati adalah sebuah rasa kecewa karena antara apa yang kita harapkan atau kita ekspetasikan tidak sama dengan kenyataan yang ada, biasanya dalam hal percintaan (inilah pemahaman para remaja pada umumnya). Namun, perlukah kita terlarut dalam patah hati yang berkepanjangan?. utamanya dalam hal romansa?
Sebetulnya, ketika kita merasa jatuh cinta kita harusnya mengerti apa-apa saja konskwensinya. Misalnya, mungkin saja cinta kita bertepuk sebelah tangan, terhalang jarak dan waktu, fokus pendidikan dan karier, atau bagi yang sudah serius masalah paling utama adalah restu orang tua. Bukannya menganjurkan untuk bersikap pesimis, namun lebih baik jika memikirkan kemungkina-kemngkina terberuk agar mampu sedia payung sebelum hujan. Menyiapkan hati dan mental jika mungkin saja pada akhirnya menelan pil kekecewaan. Namun, sepertinya mengatakan hal seperti ini pada orang yang dimabuk asmara memang agak susah.
Jatuh cinta, suatu frasa yang mengandung kata jatuh. Kita tahu, jatuh itu sakit. Maka bukannya hal yang mustahil ketika kita jatuh cinta kita merasakan sakit yang berdaarah-darah. Well, ini realita bukan negeri dingang. Cinta atau lebih luas lagi kehidupan tak selamanya seindah bianglala, semanis kembang gula, atau malah hidup bahagia selamanya. Hell!. Ini dunia nyata, dimana one sided love, tukang tikung, dan broken heart adalah hal biasa. Dan seperti yang dikatakan sebelumnya, kalau jatuh cinta ya siap-siap jika sampai berdarah-darah ya!.
Kita tidak perlu lama-lama dalam kesedihan. ada terlalu banyak hal yang bisa kita lakukan.
'Kau berbicara karena kau tidak pernah merasakannya!'.
Well, seperti yang dibilang sebelumnya, aku jelas pernah merasakannya. Kami sama-sama masih ingin fokus pada hal lain (pendidikan dan sebagainya), terpisah oleh jarak, ayah dan ibu yang nampaknya keberatan, dan usia yang terpaut 4 tahun yang jelas membuat mental kami berbeda juga masalah. Apalagi kami hanya berkomunikasi via facebook, jarang sekali menelpon karna aku memang tidak boleh mempunyai ponsel pribadi membuat kami sering salah paham. aku juga pernah nangis dan baper. Hanya saja, Aku memang memilih untuk tidak baper terlalu lama. Kadang setelah bercerita, menulisnya di file pribadi, atau menangis sebelum tidur membantu mengurangi kebaperan. Dan alhamdulillah, karena banyaknya tugas dan anime serta manga yang menarik membantu melupakan masalah. Makan es krim juga solusia yang baik buatku meski itu menguras kantong.
Intinya, semua kembali pada kita. Apakah kita akan terus larut dalam kekecewaan yang membuat kita
tidak produktif atau bangkit dan mengikhlaskan segalanya?. Insyaallah kalau memang jodoh pasti akan dipertemukan kembali kok.
Jadi, ayo berhenti untuk larut dalam kesedihan dan jadila generasi muda yang produktif!!!
PS : mau tau cara mengurangi baper? tunggu postinga selanjutnya ya!
Ageha And Sunset
Minggu, 17 Juli 2016
Senin, 23 Mei 2016
Dear Mantan Gebetan
(Well, saya tidak tahu ini apa. Tiba-tiba saja pengen
nulis fic dan nggak sengaja ide ini nongol di sel otak saya yang hampir mati.
Silahkan dibaca (kalau ada yang baca). Saya minta maaf kalau fic ini bikin
sakit mata. Dan maaf juga kalau garing. Maaf sekali~~~.
Happy reading minna-san!)
***
"Dear
mantan gebetan yang sekarang udah pacaran sama teman.
Gimana kabarnya?. Cie, yang lagi berduaan. Tenang,
gua nggak akan jadi tokoh antagonist di kisah cinta loe kog. Soalnya gua sadar,
gua cuman figuran. Dan loe nggak perlu khawatir. Gue nggak akan pernah
berdelusi lu nanyain kabar gue apalagi sampe khawatir.
Lu
tau, gue belum bisa move on dari loe. Gue juga nggak ngerti kenapa. Dan gue
harap, loe nggak marah ke gue (seandainya loe tahu perasaan gue). Tapi, gue
udah seneng banget lu nganggep gua adek. Dan gue lagi-lagi nggak tahu kenapa.
But, hal itu nggak serta-merta bikin sakit hati gua hilang. Hell no!. Gue
yakin, ini yang disebut brokokoro alias broken heart lebih jelas lagi PATAH
HATI. Sialnya lagi, sekalinya hati itu patah, dia nggak akan kembali sempurna
kayak dulu lagi.
Setiap
kali gue mikir caranya move on dari loe, semakin gue nggak bisa move on. Dan
akhirnya gua sadar, cara terbaik buat move on adalah dengan membiarkan semuanya
ngalir kayak air. Dan nge-ikhlasin loe adalah salah satu caranya. Gua sadar
sesadar-sadarnya gua bukan tokoh protagonist cewek di novel-novel yang biasanya
beuh, hatinya bagaikan malaikat. Ikhlas seikhlas-ikhlasnya cowok yang
disukainya pacaran sama temannya. Gua cewek biasa, kalau loe pengen tau
(seandainya nggak juga nggak masalah). Otomatis lah gua sakit hati, patah hati,
dan awalnya gua juga nggak ikhlas. But, bagai kata anak bahasa, apa hendak
dikata sang pujaan hati sudah ada yang punya. Gue belum sejahat ataupun sekejam
peristiwa G30S/PKI lima puluh tahun silam hingga berdoa biar loe putus sama
pacar loe. Nggak, gue nggak akan kayak gitu (meski seandainya loe putus, call
me please). Dan yang gue lakuin sekarang adalah mencoba ikhlasin loe, terima
kenyataan yang ada. Dan gue mohon pengertian loe, gue mohon sama loe buat
jangan maksa gue untuk hapus perasaan ini. Seandainya hapus perasaan indah nan
menyakitkan ini semudah hapus sms, mungkin gue nggak akan sakit hati kayak
sekarang ini. Sialnya nggak.
But,
gue nggak pernah nyesel jatuh cinta sama loe. Meski itu udah bikin gua hampir
kena retardasi mental gara-gara stress, tapi bagi gue jatuh cinta sama loe itu
anugrah. Gue bisa belajar banyak termasuk jadi lebih dewasa. Karena gua tau, di
dalam proses pendewasaan, hal-hal menyakitkan macam patah hati pasti ikut
serta.
Semoga
loe bahagia dengan pilihan loe. Gue harap, loe nggak akan pernah malu dicintai
cewek kayak gue. See you!.
Sign
Adek loe yang
manja dan selalu bikin loe khawatir
Rischa Anandya
Putri"
***
Rischa
alias Icha tersenyum getir, begitu emailnya terkirim. Ia menutup netbooknya,
memasukkannya kedalam tas. Ia menatap jam tangannya, lima belas menit lagi
pesawatnya take off.
“Icha!!!”.
Terdengar teriakan yang cukup kencang memanggil namanya. Gadis berambut sebahu itu menoleh. Didapatinya kawan-kawannya berlarian menuju kearahnya. Ia terkekeh, antara geli dan terharu.
“Ada apa dengan kalian?. Aku tidak ingat kita mendapat tugas membuat film ber-genre drama oleh Bu Astuti”. Tanya Icha begitu kawan-kawannya sampai dihadapannya dalam keadaan ngos-ngosan.
“Kau ini yang kenapa, Cha?. Bukankah jadwal pesawatmu itu besok?. Kenapa sekarang?”. Tanya Fahri. Rita dan Kevin mengangguk setuju. Icha tersenyum.
“Miss Keiko sudah mengamuk di telpon kemarin. Bilang aku tidak bisa menunda keberangkatan lagi atau beasiswaku akan hangus. Untung, dia lebih sering misuh dalam bahasa Jepang yang aku tidak ketahui artinya. Jadi tidak terlalu sakit hati”. Jawab Icha sambil terkekeh pelan.
“Tidakkah ini terlalu pagi?”. Tanya Ratna.
“Hanya ini yang tersisa”.
“Kau sudah memberitahu Rafa?”.
Terdengar teriakan yang cukup kencang memanggil namanya. Gadis berambut sebahu itu menoleh. Didapatinya kawan-kawannya berlarian menuju kearahnya. Ia terkekeh, antara geli dan terharu.
“Ada apa dengan kalian?. Aku tidak ingat kita mendapat tugas membuat film ber-genre drama oleh Bu Astuti”. Tanya Icha begitu kawan-kawannya sampai dihadapannya dalam keadaan ngos-ngosan.
“Kau ini yang kenapa, Cha?. Bukankah jadwal pesawatmu itu besok?. Kenapa sekarang?”. Tanya Fahri. Rita dan Kevin mengangguk setuju. Icha tersenyum.
“Miss Keiko sudah mengamuk di telpon kemarin. Bilang aku tidak bisa menunda keberangkatan lagi atau beasiswaku akan hangus. Untung, dia lebih sering misuh dalam bahasa Jepang yang aku tidak ketahui artinya. Jadi tidak terlalu sakit hati”. Jawab Icha sambil terkekeh pelan.
“Tidakkah ini terlalu pagi?”. Tanya Ratna.
“Hanya ini yang tersisa”.
“Kau sudah memberitahu Rafa?”.
Icha terdiam. Sedetik kemudian
tersenyum.
“Yang
terpenting aku sudah menyelesaikan urusanku”. Kevin yang sejatinya sahabat Icha
sejak mereka sama-sama masih sering mengompol tersenyum, tahu apa yang dimaksud
oleh Icha. Ia menepuk bahu sahabatnya itu.
“Jodoh pasti bertemu, Cha”. Ucapnya.
“Sejak kapan kau pindah haluan jadi penyanyi?. Suaramu saja terrible begitu”. Makasih, Vin.
“ kita masih punya cukup waktu, mau adu tinju?”. Sama-sama,Cha.
“Jodoh pasti bertemu, Cha”. Ucapnya.
“Sejak kapan kau pindah haluan jadi penyanyi?. Suaramu saja terrible begitu”. Makasih, Vin.
“ kita masih punya cukup waktu, mau adu tinju?”. Sama-sama,Cha.
Mereka
berempat tertawa, termasuk Icha. Rasa sakit akibat broken heart itu tetap ada,
namun tawa dari sahabat-sahabatnya mampu mengobatinya meski tak seluruhnya.
Sementara
itu di tempat lain,
“Kenapa baru sekarang,Cha?”.
Laki-laki itu meremas
ponselnya. Ia lantas menelpon seseorang. Tak lama kemudian ia berucap kata
putus, disusul suara tangis dan raungan tidak terima dari sebrang. Biarlah ia
di cap playboy, dia tidak peduli. Satu tujuannya, mendapatkan orang yang
dicintainya. Icha.
Langganan:
Postingan (Atom)